Advertisement:
Umat Kristen akan merayakan Hari Natal, 25 Desember 2014.
Kendati masih sepekan, suasananya mulai terasa, seperti pemasangan pohon Natal,
mengenakan topi Sinterklaas, dan ucapan selamat hari raya.
Topi Sinterklas tak hanya dikenakan umat Kristen, namun juga
muslim karena misalnya tuntutan di tempat kerja.
Menteri Agama, Lukman Hakim meminta agar tak ada pemaksaan
mengenakan atribut agama lain oleh bukan pemeluknya saat hari raya.
Aturan mengenakan atribut kini semakin jelas, walaupun hanya
sekadar lisan dari seorang menteri.
Lain lagi dengan ucapan “selamat Hari Raya Natal”. Bagaimana
hukumnya seorang muslim mengucapkan itu? Kini ada dua pendapat. Ada yang
menyebut boleh dan ada pula yang menyebutnya haram.
Profesor Muahmmad Quraish Shihab, ahli tafsir dan mantan
Menteri Agama menyampaikan penjelasannya soal itu.
Penjelasan disampaikan dalam program Tafsir Al Misbah di
Metro TV, Ramadan 1435 Hijriah episode Surah Maryam Ayat 30-38.
Berikut ini transkrip penjelasannya:
Saya duga keras persoalan ini hanya di Indonesia. Saya lama
di Mesir. Saya kenal sekali. Saya baca di koran, ulama-ulama Al Azhar
berkunjung kepada pimpinan umat kristiani mengucapkan selamat Natal.
Saya tahu persis ada ulama besar di Suriah memberi fatwa
bahwa itu boleh. Fatwanya itu berada dalam satu buku dan bukunya itu diberikan
pengantar oleh ulama besar lainnya, Yusuf al-Qaradawi, yang di Syria namanya
Mustafa Al Zarka’a. Ia mengatakan mengucapkan selamat Natal itu bagian dari
basa-basi, hubungan baik.
Ini tidak mungkin menurut beliau, tidak mungkin teman-teman
saya dari umat Kristiani datang mengucapkan selamat hari raya Idulfitri terus
dilarang gitu.
Menurut beliau dalam bukunya yang ditulis bukan jawaban
lisan ditulis, dia katakan, saya sekarang perlu menunjukkan kepada masyarakat
dulu bahwa agama ini penuh toleransi. Kalau tidak, kita umat yang dituduh
teroris. Itu pendapat.
Saya pernah menulis soal itu, walaupun banyak yang tidak
setuju, saya katakan begini, saya ucapkan Natal itu artinya kelahiran. Nabi Isa
mengucapkannya. Kalau kita baca ayat ini dan terjemahkan boleh atau tidak?
Boleh. Ya toh? Boleh.
Jadi, kalau Anda mengucapkan selamat Natal, tapi keyakinan
Anda bahwa Nabi Isa bukan Tuhan atau bukan anak Tuhan, maka tidak ada salahnya.
Ucapkanlah selamat Natal dengan keyakinan seperti ini dan Anda kalau
mengucapkannya sebagai muslim. Mengucapkan kepada umat kristiani yang paham,
dia yakin bahwa anda tidak percaya.
Jadi yang dimaksud itu, seperti yang dimaksud tadi hanya
basa-basi.
Saya tidak ingin berkata fatwa Majelis Ulama itu salah yang
melarang, tetapi saya ingin tambahkan larangan itu terhadap orang awam yang
tidak mengerti. Orang yang dikhawatirkan akidahnya rusak. Orang yang dikhawatirkan
percaya bahwa Natal itu seperti sebagaimana kepercayaan umat kristen.
Untuk orang-orang yang paham, saya mengucapkan selamat Natal
kepada teman-teman saya apakah pendeta. Dia yakin persis bahwa kepercayaan saya
tidak seperti itu. Jadi, kita bisa mengucapkan.
Jadi ada yang berkata bahwa itu Anda bohong. Saya katakan
agama membolehkan Anda mengucapkan suatu kata seperti apa yang anda yakini,
tetapi memilih kata yang dipahami lain oleh mitra bicara Anda.
Saya beri contoh, Nabi Ibrahim dalam perjalanannya menuju
suatu daerah menemukan atau mengetahui bahwa penguasa daerah itu mengambil
perempuan yang cantik dengan syarat istri orang. Nah, dia punya penyakit jiwa.
Dia ndak mau yang bukan istri orang.
Nabi Ibrahim ditahan sama istrinya Sarah. Ditanya, ini siapa?
Nabi Ibrahim menjawab, ini saudaraku. Lepas.
Nabi Ibrahim tidak bohong. Maksudnya saudaraku seagama. Itu
jalan. Jadi kita bisa saja. Kalau yang kita ucapkan kepadanya selamat Natal itu
memahami Natal sesuai kepercatannya, saya mengucapkannya sesuai kepercayaan
saya sehingga tidak bisa bertemu, tidak perlu bertengkar.
Jadi syaratnya boleh mengucapkannya asal akidah anda tidak
ternodai. Itu dalam rangka basa-basi saja, seperti apa yang dikatakan ulama
besar suriah itu.
Begitu juga dengan selamat ulangtahun, begitu juga dengan
selamat tahun baru. Memang kalau kita merayakan tahun baru dengan foya-foya,
itu yang terlarang foya-foyanya, bukan ucapan selamatnya kita kirim. Bahkan,
ulama Mustafa Al Zarka’a berkata, ada orang yang menjual ucapan, kartu-kartu ucapan
ini, itu boleh saja, tidak usah dilarang. Penggunanya keliru kalau dia
melanggar tuntunan agama.
Ada orang sangat ketat dan khawatir. Itu kekhawtiran wajar
kalau orang di kampung, tidak mengerti agama. Lantas ada yang mengakan
kelahiran Isa itu sebagai anak Tuhan dan sebagainya, itu yang tidak boleh.
Kalau akidah kita tetap lurus, itu tidak ada masalah.
Kita ucapkan selamat Natal, di ayat kita ini, sekian banyak
ucapan selamat yang dutujukan para Nabi.
sumber: https://id.berita.yahoo.com/quraish-shihab-kata-siapa-ucapkan-selamat-natal-haram-032019314.html
Tambahan Dari Admin Update Campuran:
Dasar Hukum umat Islam ada 4 macam:
- Al Qur'an
- Hadits (perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW)
- Ijma' (kesepakatan para Ulama setelah wafatnya Nabi Muhammad, dan dipakai sampai saat ini. contohnya: fatwa MUI)
- Qiyas (menganalogikan/menyamakan dua persoalan yang hampir sama hukumnya)
Advertisement:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan sopan.